Sebagian Sumatera “Hilang”

Sebagian Sumatera “Hilang”

\"242343_kebakaran-hutan-di-riau_663_382\"

JAKARTA, BE - Kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan di Sumatera kian meluas. Setelah migrasi hingga Malaysia, kemarin (4/9), asap kembali ke daratan Sumatera. Kondisi ini mengakibatkan 80 persen pulau yang terkenal dengan rendangnya itu \'menghilang\'.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, arah angin telah berubah. Bila semual angin mengarah ke Barat, bakal melewati Malaysia dan Singappura, kini cenderung ke arah utara dan timur laut. \"Sekarang dominan dari Selatan ke Utara sampai dengan Timur Laut,\" ujarnya dalam temu media di Jakarta, Jumat. Akibatnya,,lanjut dia, hampir seluruh daratan Sumatera tertutup kabut asap.

Dia melanjutkan, kondisi angin seperti ini bisa terjadi lantaran tak ada siklon tropis di sekitar Filipina dan Laut Cina Selatan. Namun, bila siklon ini muncul maka tak pelak asap akan kembali hantam Malaysia dan Singapura seperti 2013 lalu.

Kondisi ini diperparah dengan masih banyaknya titik panas atau hot spot yang terdeteksi. Pantauan satelit Modis dari NASA mencatat ada 246 hotspot yang tersebar di pulau Sumatera. Meski cenderung menurun di banding sebelumnya, kondisi ini masih dinilai mengkhawatirkan. Karena kabut asap masih pekat.

Menurut Sutopo, akibat asap yang kian meluas ini, sebanyak 22,6 juta jiwa warga Sumatera terpaksa menghirup asap. Ribuan orang pun terancam terserang infeksi saluran napas atas (ISPA). \"Sebanyak 25,6 juta orang terpapar asap. Tiga juta warga Kalimantan dan sisanya di Sumatera,\" ungkapnya.

Data tersebut didukung dengan jumlah penderita ISPA di Pekanbaru, Riau. Menurut Sekretaris jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Untung Suseno, telah terjadi 12.633 kasus ISPA yang dilaporkan sejak 2 September 2015. Dia juga mengabarkan, kondisi Index Standar Pencemaran udara (ISPU) di sana pun sudah diatas 200 Psi, yang menandakan sangat tidak sehat. \"Kita terus koordinasi dengan BNPB terkait hal ini,\" kata dia.

Menyikapi kondisi ini, kata dia, pihak pemda telah membagikan sejumlah masker pada warga. selain itu, pihaknya akan segera membangun posko sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas kemarin siang. \"Untuk sementara, kami anjurkan masyarakat jangan keluar rumah kecuali dalam kondisi mendesak,\" tuturnya.

Sementara itu, Kepala Balitbangkes Kemenkes Prof. Tjandra Yoga Aditama mengungkap beberapa gangguan ynag timbul bila kita terlalu banyak terpapar asap. Pertama, dampak langsung berupa iritasi. Asap hasil kebakaran hutan yang mengandung partikulat debu yang sangat kecil akan ikut masuk ke dalam selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan. Akibatnya, timbul gejala alergi, peradangan serta infeksi.

Kabut asap juga dapat memperburuk asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan lainnya. Sebab, asap yang terhirup akan masuk ke dalam paru?. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan orang mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas. \"Kemampuan paru dan saluran pernapasan mengatasi infeksi berkurang. ISPA jadi lebih mudah terjadi,\" papar dokter ahli paru itu. sementara itu, imbuh dia, polutan yang jatuh ke permukaan bumi juga mungkin dapat menjadi sumber polutan di sarana air bersih dan makanan yang tidak terlindungi. Kalau kemudian air dan makan?an terkontaminasi itu dikonsumsi masyarakat, maka bukan tidak mungkin terjadi gangguan saluran cerna dan penyakit lainnya.

Penanganan Kebakaran

Di sisi lain upaya pemadaman terus dilakukan. Deputi Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto mengatakan, pihaknya telah mengoperasikan tiga unit Casa dan13 unit helikopter untuk melakukan waterboombing dan membuat hujan buatan. Heli disebar di enam provinsi, yaitu Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

Upaya pemadaman lewat jalur darat juga dilakukan. Meski banyak kendala yang harus dihadapi, meliputi jarak tempuh ke lokasi yang cukup jauh dan keterbatasan air. \"udara sangat kering. ketersediaan air pun sangat rendah. Sangat sulit mengendalikan api apalagi lahan yang terbakar adalah gambut,\" keluh Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raffles Panjaitan.

Selain melakukan pemadaman dengan air, tim pemadaman juga menyiasati resiko melebarnya api dengan membuat sekat. Sekat bakar dibuat dengan cara membersihkan bahan bakar yang ada disekitar area terbakar. seperti rumput kering, semak dan pohon. langkah lain, tim juga yang membangun kanal-kanal semi permanen untuk mencegah api menjalar ke wilayah sekitar. \"Ini kita terapkan di Sumatera maupun Kalimantan,\" katanya.

Sementara itu, upaya pemerintah dinilai belum cukup jitu dalam menangani kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan. Tawaran-tawaran penanganan masih hanya sebatas pemadaman ketika api muncul. Padahal ada dampak yang lebih membahayakan adalah makhluk hidup yang terpapar asap hasil kebakaran tersebut. \"Ini menjadi sangat rutin setiap tahunnya, tak hanya membahayakan pada saluran pernapasan, namun juga terkait pada sistem otak dan berpengaruh pada tumbuh kembang seseorang,\" ungkap Direktur Utama Wahana Lingkungan Hidup Nasional, Abed Nego kepada Jawa Pos (4/9).

Abed sangat mengkhawatirkan akan kualitas generasi yang ada di Sumatera dan Kalimantan ke depannya. Sejauh ini pemerintah hanya melihat kerugian atas pemadamannya saja. \"Penghitungan akan kerugian kualitas hidup menjadi sorotan yang perlu dibenahi. Karena tidak bisa dihitung secara lebih mudah,\" jelasnya.

Upaya Presiden Joko Widodo ke Riau pada November 2014 lalu dinilai positif. Yakni, berkaitan dengan upaya peninjauan ulang, monitoring perijinan, perlindungan dan rehabilitasi lahan dan penegakan hukum. Meski demikian, sayangnya, ini tak terlihat dampaknya untuk saat ini. \"Makin kesini malah menjadi turun, seharusnya ini harus dijalani secara lebih intensif,\" paparnya. Hingga saat ini hanya sebatas koordinasi dalam menghadapi api yang berkobar, padahal masyarakat membutuhkan solusi yang lebih permanen dan konkrit.

Kebakaran hutan ini juga dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum berjamaah. Selain mematikan aktivitas masyarakat, ini juga telah melanggar Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H. \"Yakni, terkait warga negara berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,\" pungkasnya.

Selain itu, dia turut menyayangkan upaya pemadaman yang terfokus di Sumatera. padahal, api juga melahap habis beberapa wilayah hutan dan lahan di Kalimantan. Sebanyak 305 hotspot terdeteksi di daratan pulau yang berbatasan dengan malaysia itu kemarin. Karenanya, dia meminta agar pemerintah juga mempercepat proses pemadaman di wilayah kalimantan. (mia/lus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: